Selasa, 31 Januari 2017

Dalil Perintah Tolong Menolong dalam Islam

View Article
Arti tolong menolong dalam islam berasal dari bahasa arab ta'awun berasal dari bahasa Arab yang artinya tolong-menolong. Menurut istilah dalam Ilmu Aqidah dan Akhlak, pengertian ta'awun adalah sifat tolong-menolong di antara sesama manusia dalam hal kebaikan dan takwa. Dalam ajaran Islam sifat ta'awun ini sangat diperhatikan, hanya dalam kebaikan dan takwa, dan tidak ada tolong-menolong dalam hal dosa dan permusuhan. Oleh karena itu sifat ta'awun atau tolong-menolong termasuk akhlak terpuji dalam agama Islam.

Dalil Al qur'an dalam Firman Allah Ta'ala dalam surat Al-Mäidah (5) ayat 2:

Artinya: "...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan".

Sesungguhnya sifat dan sikap ta'awun atau tolong menolong ini telah dimulai pada awal kelahiran dan perkembangan agama Islam. Dalam sejarah banyak sekali perilaku Nabi dan para sahabat, serta kaum muslimin yang berkaitan dengan sikap ta'awun. Kita ketahui, betapa Siti Khadijah dengan harta dan dorongan semangatnya telah menolong perjuangan Rasulullah saw. dalam menyiarkan ajaran Islam. Begitu pula yang dilakukan oleh para sahabat terutama Abu Bakar al-Shiddiq, Usman bin Affan, Abd al-Rahman bin Auf, adalah para sahabat Nabi yang terkenal telah mengorbankan seluruh hartanya untuk menolong perjuangan Rasulullah dalam mengembangkan agama Islam. Begitu pula Abu Bakar al-Shiddiq menolong dengan membebaskan Bilal bin Rabah, budak yang telah masuk Islam dan mendapat penyiksaan dari majikannya.

Ketika Rasulullah dalam keadaan terkepung hendak dibunuh oleh orang-orang kafir, Ali bin Abi Thalib bersedia mengorbankan jiwa dan raganya menggantikan untuk tidur di tempat tidur Rasul sehingga orang-orang kafir yang hendak membunuh Nabi menyangka Rasulullah masih tidur, padahal beliau sudah keluar tanpa diketahui oleh mereka. Hal seperti itu dilakukan oleh Ali untuk menolong Rasulullah dari ancaman pembunuhan.

Umar bin Khaththab, secara diam-diam sering keluar rumah, masuk kampung keluar kampung untuk mengetahui keadaan rakyatnya, dan selalu menolong rakyatnya yang kesusahan.

Ketika Nabi beserta kaum muslimin hijrah ke Madinah, terjalin suasana yang penuh keakraban dan saling menolong antar kaum Anshar (penduduk Madinah) dengan kaum Muhajirin (kaum muslim yang datang dari Mekah).

Sebagai makhluk sosial, dalam kehidupannya sehari-hari, manusia saling membutuhkan antara sesamanya. Orang miskin membutuhkan pertolongan dari yang kaya berupa makanan, uang, dan materi yang lainnya. Orang yang kaya pun membutuhkan pertolongan dari orang yang miskin berupa jasa, tenaga, dan sebagainya.

Menolong orang bukan hanya dengan harta atau materi, tetapi bisa juga dengan tenaga, dengan ilmu, nasihat, dan sebagainya. Pada suatu hari Rasulullah memperingatkan kepada para sahabat.

"Tolonglah saudaramu, baik yang dianiaya orang maupun yang menganiaya!"
Sahabat bertanya: "Bagaimana cara kami menolong orang yang menganiaya?"

Rasulullah saw. menjawab: "Engkau cegah dia melakukan penganiayaan. Dengan demikian engkau telah menolong orang yang menganiaya itu dari perbuatan dosa".

Mari kita hendaknya membiasakan diri untuk bersikap ta'awun atau saling menolong mulai dari hal-hal yang kecil. Misalnya meminjamkan pensil atau penghapus kepada teman yang memerlukan, menunjukkan alamat kepada orang yang menanyakan alamat kepadamu, menyampaikan kabar tentang temanmu yang tidak masuk sekolah karena sakit, dan sebagainya.

Jika kita sudah terbiasa menerapkan sifat ta'awun ini dalam kehidupan kita sehari-hari, maka kita akan senantiasa peduli terhadap kesulitan orang lain dan berusaha sedapat mungkin untuk menolongnya. Jika kita suka menolong orang maka kita pun akan ditolong orang. Mungkin orang yang menolong itu adalah orang yang pernah kita tolong, atau mungkin juga orang yang menolong kita adalah orang yang tidak pernah kita tolong atau orang itu tidak pernah kita kenal. Sebaliknya, jika kita tidak pernah menolong orang, maka kita pun tidak pernah ditolong orang.

Sebaliknya jika kita menolong dengan ikhlas kita sudah merasa bahagia, karena kita sudah berbuat baik, dan orang yang kita tolong dapat mengatasi kesulitannya.

Membiasakan tolong-menolong antar sesama merupakan sikap ta'awun.

Kita harus memegang prinsip islami dalam mengaplikasikan tolong-menolong kepada sesama manusia dalam kehidupa sosial masyarakat kita, yakni terbatas pada kebaikan dan takwa. Bagaimanapun bentuk dan caranya tetapi kita tetap pegang teguh pada prinsip tersebut.

http://islamiwiki.blogspot.ru/2014/02/dalil-perintah-tolong-menolong-dalam.html#.WJBmSFV96Uk

Sebutkan contoh perbuatan tolong menolong di masyarakat

View Article
Contoh perbuatan tolong menolong di masyarakat, antara lain:

a. Memberikan santunan kepada anak yatim
b. Memberi bantuan kepada korban bencana alam berupa makanan, pakaian, obat-obatan atau uang.
c. Menjadi donor darah
d. Menyantuni fakir miskin
e. membantu menyebrangkan orang yang sudah tua.
Apa itu tolong menolong? Menolong artinya membantu teman atau orang yang mengalami kesulitan, tolong menolong artinya saling membantu atau bekerja ssama dengan orang yang ditolong. Bekerja sama dengan teman yang membutuhkan pertolongan, orang yang suka menolong biasanya banyak temannya, tolong menolong dapat dilakukan di rumah, di sekolah dan di lingkungan masyarakat sekitar kita. Setiap orang membutuhkan pertolongan orang lain.
Tolong menolong merupakan kewajiban bagi setiap manusia, dengan tolong menolong kita akan dapat membantu orang lain dan jika kita perlu bantuan tentunya orangpun akan menolong kita. Dengan tolong menolong kita akan dapat membina hubungan baik dengan semua orang. Dengan tolong menolong kita dapat memupuk rasa kasih sayang antar tetangga, antar teman, antar rekan kerja. Singkat kata tolong menolong adalah sifat hidup bagi setiap orang.
Masyarakat adalah sejumlah manusia yang merupakan satu kesatuan golongan yang berhubungan tetap dan mempunyai kepentingan yang sama. Tolong menolong adalah merupakan  budaya kehidupan masyarakat indonesia,dan kehidupan tolong menolong perlu di kembangkan. Manfaat tolong menolong adalah: mempercepat selesainya pekerjaan, mempererat persaudaraan, pekerjaan yang berat menjadi ringan, menumbuhkan kerukunan antara sesama manusia, menghemat tenaga karena dikerjakan bersama-sama, saling membantu biaya yang dikeluarkan relatif sedikit, dan saling bertukar pikiran dan saling memahami.

http://tatangsma.com/2016/01/sebutkan-contoh-perbuatan-tolong-menolong-di-masyarakat.html

Tolong Menolong dalam Islam

View Article
Tolong menolong dalam bahasa Arabnya adalah  ta’awun. Sedangkan menurut istilah, pengertian ta’awun adalah sifat tolong menolong diantara sesama manusia dalam hal kebaikan dan takwa. Dalam ajaran Islam, tolong menolong merupakan kewajiban setiap muslim. Sudah semestinya konsep tolong menolong ini dikemas sesuai dengan syariat Islam, dalam artian tolong menolong hanya diperbolehkan dalam kebaikan dan takwa, dan tidak diperbolehkan tolong menolong dalam hal dosa atau permusuhan. Allah Swt telah menyebutkan perintah tolong menolong dalam firmannya:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.”(QS. Al-Maidah: 2)
            Dalam ayat tersebut terdapat redaksi kata “al-birru” dan “at-Taqwa” yang memiliki hubungan yang sangat erat. Karena masing-masing menjadi bagian dari yang lainnya. Secara sederhana, makna dari kata al-Birru adalah kebaikan. Maksud dari kebaikan dalam hal ini adalah kebaikan yang menyeluruh, mencakup segala macam dan ragam.
Imam ibnu al-Qayyim mendefinisikan bahwa al-Birru adalah satu kata bagi seluruh jenis kebaikan dan kesempurnaan yang dituntut dari seorang hamba. Lawan katanya ialah al-istmu (dosa) yang mempunyai makna satu ungkapan yang mencakup segala bentuk kejelekan dan aib yang menjadi sebab seorang hamba sangat dicela apabila melakukannya. (Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim)
Tidak jauh berbeda, syaikh as-Sa’di rahimahullah mengatakan bahwa al-Birru adalah sebuah nama yang mencakup segala yang Allah Subḥānahu wa Ta’ālā  cintai dan ridhai, berupa perbuatan-perbuatan yang dhahirmaupun batin, yang berhubungan dengan hak Allah Subḥānahu wa Ta’ālā atau hak sesama manusia.
Dari redaksi ayat di atas, dapat kita ketahui bahwa Islam sangat menjunjung tinggi tolong menolong. Tolong menolong telah menjadi sebuah keharusan, karena apapun yang kita kerjakan tentu membutuhkan pertolongan dari orang lain. Maka dalam suatu hadis telah disebutkan, bahwa antara mukmin yang satu dengan yang lainnya bagaikan sebuah bangunan yang saling memperkuat antara sebagian dengan yang lainnya. Pun begitu juga denganta’awun,tolong menolong adalah suatu sistem yang benar-benar memperindah Islam. Manusia satu dengan yang lainnya pastilah saling membutuhkan. tidak ada seorang manusia pun di muka bumi ini yang tidak membutuhkan pertolongan dari yang lain.
Kapan sikap ta’awun dimulai?
            Sikap ta’awun (tolong menolong) telah dimulai pada awal kelahiran dan perkembangan agama Islam. Dalam sejarah banyak sekali perilaku Nabi dan para sahabat, serta kaum muslimin yang berkaitan dengan sikapta’awun. Kita ketahui, betapa siti Khadijah dengan harta dan dorongan semangatnya telah menolong perjuangan Rasulullah Saw dalam menyiarkan ajaran Islam. Begitu pula yang dilakukan oleh para sahabat terutama Abu Bakar As-Shidiq, Usman bin Affan, Abd al-Rahman bin Auf adalah para sahabat Nabi yang terkenal telah mengorbankan seluruh hartanya untuk menolong perjuangan Rasulullah dalam mengembangkan agama Islam. Begitu pula Abu Bakar as-Shiddiq yang menolong dengan membebaskan Bilal bin Rabah, budak yang telah masuk Islam dan mendapat penyiksaan dari majikannya.
Ketika Rasulullah dalam keadaan terkepung hendak dibunuh oleh orang-orang kafir, Ali bin Abi Thalib bersedia mengorbankan jiwa dan raganya untuk menggantikan Rasulullah tidur di tempat tidur Rasul sehingga orang-orang kafir yang hendak membunuh Nabi menyangka Rasulullah masih tidur, padahal beliau sudah keluar tanpa diketahui oleh mereka. Hal seperti itu dilakukan oleh Ali untuk menolong Rasulullah Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallam dari ancaman pembunuhan.
Aplikasi ta’awun dalam kehidupan sehari-hari
1. Mengajak dalam ketaqwaan kepada Allah Subḥānahu wa Ta’ālāTa’awun (tolong menolong) yang dianjurkan adalah ta’awun (tolong menolong) dalam mengajak saudara sesama muslim untuk bertaqwa kepada Allah Swt, mengajak bersama-sama menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
2. Loyal terhadap sesama kaum musliminLoyalitas dalam pemikiran berarti selalu ber-husnudzan atau berprasangka baik kepada sesama muslim. Tidak mengira atau menuduh seorang muslim lain dengan sangkaan buruk. Loyal terhadap perkataan, memiliki arti saling menasihati dalam kebaikan. Allah Subḥānahu wa Ta’ālā berfirman:
وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 71)
Loyal secara perbuatan terhadap sesama muslim adalah melakukan tindakan amar ma’ruf nahi munkar dan mengajak saudara sesama muslim untuk melakukannya.
3. Saling melindungi dan bersatu diantara kaum muslimin. Kokohnya agama Islam layaknya sebuah bangunan, yang di dalamnya semua umat muslim harus bersatu dalam menegakkan kebenaran dan ketaqwaan. Jika umat muslim yang memang mengaku sebagai Islam tidak mampu menjaga kekokohan agamanya, maka hancurlah agama tersebut. Maka dari itu, saling melindungi diantara sesama umat muslim sangat dianjurkan sebagai bentuk ta’awun.
4. Saling berwasiat (tawaashi) dalam kebenaran dan kebaikanTa’awun pada sesama muslim adalah saling berwasiat di dalam kebaikan dan kebenaran antara satu pribadi dengan pribadi lainnya. Allah Swt berfirman :
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)
“Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-Ashr: 1-3)
5. Saling membantu dan menjalankan i’tikad yang baik kepada sesama muslimJangan ada perasaan benci diantara sesama umat muslim. Terkadang kita bisa tersulut kebenciannya hanya karena perbedaan madhab yang dianut atau perbedaan cara beribadah yang tidak seragam. Asalkan seseorang masih mengaku tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, menjalankan kelima rukun Islam sesuai tuntunan, maka mereka adalah saudara kita sesama muslim.
Apa balasan bagi mereka yang melakukan tolong menolong?
Tolong menolong merupakan salah satu ibadah dalam kehidupan muslim yang sangat dianjurkan oleh syariat Islam untuk memberi pertolongan secara ikhlas dan Allah Swt memberi pahala yang sama di akhirat. Sebagaimana disebutkan dalam hadist Rasulullah Saw: “Orang Islam adalah bersaudara, sesama Islam tidak boleh mendzaliminya dan membebani dengan sesuatu yang memberatinya dan siapa yang menunaikan sesuatu hajat saudaranya, maka Allah akan menunaikan hajatnya, dan barang siapa yang melepaskan sesuatu bala orang Islam, Allah akan melepaskan segala bala kesusahannya di akhirat, dan siapa yang menutup suatu aib orang Islam, Allah akan menutup aibnya di hari kiamat.” (Riwayat Bukhari)
Berdasarkan hadis di atas, dapat kita ketahui bahwa betapa besar pahala orang-orang yang suka memberi pertolongan kepada orang lain, sekiranya pertolongan itu adalah ikhlas karena Allah Subḥānahu wa Ta’ālā . Oleh karena itu, marilah kita membiasakan diri kita untuk senantiasa tolong menolong dalam hal kebaikan dan meninggalkan tolong menolong dalam hal kejelekan.  Jika kita telah terbiasa menerapkan konsep ta’awun dalam Islam ini, maka kita akan senantiasa peduli terhadap kesulitan orang lain dan berusaha semaksimal mungkin menolongnya. Begitu pula dengan pahala, Allah Subḥānahu wa Ta’ālā  akan melimpahkan pahala yang besar terhadap hamba-Nya yang senantiasa melakukan tolong menolong dalam kebaikan. Semoga kita semua termasuk hamba-Nya yang selalu melakukan hal tersebut. Amin. Wallahu a’lam.

http://gardapena.blogspot.ru/2015/09/tolong-menolong-dalam-islam.html

Perintah Untuk Saling Menolong Dalam Mewujudkan Kebaikan Dan Ketakwaan

View Article
PERINTAH UNTUK SALING MENOLONG DALAM MEWUJUDKAN KEBAIKAN DAN KETAKWAAN
Oleh
Ustadz Abu Minhal
Allah Azza wa Jalla berfirman:
ۘ وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya [al-Mâidah/5:2]
PENJELASAN AYAT
Makna al-birru (الْبِرِّ ) dan at-taqwa (التَّقْوَى )
Dua kata ini, memiliki hubungan yang sangat erat.Karena masing-masing menjadi bagian dari yang lainnya.
Secara sederhana, al-birru (الْبِرِّ ) bermakna kebaikan. Kebaikan dalam hal ini adalah kebaikan yang menyeluruh, mencakup segala macam dan ragamnya yang telah dipaparkan oleh syariat.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mendefinisikan bahwa al-birru adalah satu kata bagi seluruh jenis kebaikan dan kesempurnaan yang dituntut dari seorang hamba. Lawan katanya al-itsmu (dosa) yang maknanya adalah satu ungkapan yang mencakup segala bentuk kejelekan dan aib yang menjadi sebab seorang hamba sangat dicela apabila melakukannya. [1]
Tidak jauh berbeda, Syaikh as-Sa’di rahimahullah mengatakan bahwa al-birru adalah sebuah nama yang mencakup segala yang Allah Azza wa Jalla cintai dan ridhai, berupa perbuatan-perbuatan yang zhâhir maupun batin, yang berhubungan dengan hak Allah Azza wa Jalla atau hak sesama manusia.[2]
Dari sini dapat diketahui, bahwa termasuk dalam cakupan al-birru, keimanan dan cabang-cabangnya, demikian pula ketakwaan.
Allah Azza wa Jalla telah menghimpun ragam al-birru (kebaikan, kebajikan) dalam ayat berikut:
لَّيْسَ الْبِرَّ أَن تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orangorang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. [al-Baqarah/2:177]
Kebaikan (kebajikan) yang tertera di ayat di atas mencakup seluruh unsur agama Islam; prinsip-prinsip keimanan, penegakan syariat seperti mendirikan shalat, membayar zakat dan infak kepada orang yang membutuhkan dan amalan hati seperti bersabar dan menepati janji.
Dalam ayat ini, setelah memberitahukan ragam kebaikan, di penghujung ayat, Allah Azza wa Jalla menjelaskan itulah bentuk-bentuk ketakwaan (sifat-sifat kaum muttaqîn).
Adapun hakikat ketakwaan yaitu melakukan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla dengan penuh keimanan dan mengharap pahala; baik yang berupa perintah ataupun larangan. Kemudian perintah itu dilaksanakan atas dasar keimanan dengan perintah dan keyakinan akan janji-Nya, dan larangan ditinggalkan berlandaskan keimanan terhadap larangan tersebut dan dan takut akan ancaman-Nya.
Thalq bin Habîb rahimahullah, seorang Ulama dari kalangan generasi Tâbi’în berkata:” Apabila terjadi fitnah maka bendunglah dengan takwa”. Mereka berkata:” Apa yang dimaksud dengan takwa?”. Beliau menjawab:” Hendaknya engkau melakukan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla dengan dasar cahaya dari Allah Azza wa Jalla dan mengharap pahala-Nya. Dan engkau tinggalkan maksiat dengan dasar cahaya dari Allah Azza wa Jalla dan takut terhadap siksa-Nya”.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah memuji keterangan di atas dengan mengatakan [3] : Ini merupakan definisi takwa yang paling bagus. Beliau menjelaskan, bahwa semua amalan memiliki permulaan dan tujuan akhir. Satu amalan tidaklah dianggap sebagai bentuk ketaatan dan ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla kecuali apabila bersumber dari keimanan. Artinya dorongan utama melakukan amalan tersebut adalah keimanan bukan kebiasaan, mengikuti hawa nafsu atau keinginan untuk mendapatkan pujian dan kedudukan. Jadi, permulaannya adalah keimanan dan tujuan akhirnya adalah meraih pahala dari Allah Azza wa Jalla serta mengharap keridhaan-Nya atau yang disebut dengan ihtisâb. Oleh karena itu, banyak kita dapatkan kata iman dan ihtisâb datang secara bersamaan seperti contoh berikut:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَلَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barang siapa yang puasa ramadhan dengan penuh keimanan (iman) dan mengharap pahala (ihtisâb), maka diampuni semua dosanya yang telah lewat.[HR. al-Bukhâri Muslim].
Faedah:
Ulama mengatakan bahwa penggabungan kata al-birr dan at-taqwa dalam satu tempat (seperti ayat di atas) mengandung pengertian yang berbeda satu sama lain. Dalam konteks ini, al-birr bermaka semua hal yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa ucapan dan perbuatan, lahir dan batin. Sementara at-taqwa lebih mengarah kepada tindakan menjauhi segala yang diharamkan [al-Qawâid al-Hisân, Syaikh as-Sa’di, hlm. 48]
Makna al-itsmu (إئْمُ ) dan al-’udwân ( الْعُدْوَانُ)
Pada dasarnya, pengertian antara al-birru dan at-taqwa, al-itsmu dan al-’udwân terikat pada hubungan yang kuat. Masing-masing kata itu mengandung pengertian kata lainnya. Setiap dosa (al-itsmu) merupakan bentuk ‘udwân (tindakan melampaui batas) terhadap ketentuan Allah Azza wa Jalla, yang berupa larangan atau perintah. Dan setiap tindakan ‘udwân, pelakunya berdosa.
Namun bila keduanya disebut bersamaan, maka masing-masing memiliki pengertian yang berbeda dengan yang lainnya.
Al-itsmu (dosa) berkaitan dengan perbuatanperbuatan yang memang hukumnya haram. Contohnya, berdusta, zina, mencuri, minum khamer dan lainnya. Contoh-contoh di atas merupakan perbuatan yang pada asalnya haram.
Sehubungan dengan al-’udwân, kata ini lebih mengarah pada suatu pengharaman yang disebabkan oleh tindakan melampaui batas. Apabila tidak terjadi tindakan melampaui batas, maka diperbolehkan (halal).
Tindakan melampaui batas terbagi dua, pertama: terhadap Allah Azza wa Jalla, seperti melampaui batas ketentuan Allah Azza wa Jalla dalam pernikahan seperti : memiliki lima istri, atau menyetubuhi istri dalam masa haidh, nifas, masa ihram atau puasa wajib.
Dan kedua: Tindakan melampaui batas terhadap sesama. Contohnya, bertindak kelewat batas terhadap orang yang berhutang, dengan menciderai kehormatan, fisik atau mengambil lebih dari seharusnya. [4]
URGENSI AYAT
Dalam ayat ini Allah Azza wa Jalla memerintahkan hamba-Nya yang beriman untuk saling membantu dalam perbuatan baik dan itulah yang disebut dengan albirr dan meninggalkan kemungkaran yang merupakan ketakwaan. Dan Dia Azza wa Jalla melarang mereka saling mendukung kebatilan dan bekerjasama dalam perbuatan dosa dan perkara haram.[5]
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menilai ayat di atas memiliki urgensi tersendiri. Beliau menyatakan: Ayat yang mulia ini mencakup semua jenis bagi kemaslahatan para hamba, di dunia maupun akhirat, baik antara mereka dengan sesama, ataupun dengan Rabbnya. Sebab seseorang tidak luput dari dua kewajiban; kewajiban individualnya terhadap Allah Azza wa Jalla dan kewajiban sosialnya terhadap sesamanya.
Selanjutnya, beliau memaparkan bahwa hubungan seseorang dengan sesama dapat terlukis pada jalinan pergaulan, saling menolong dan persahabatan. Hubungan itu wajib terjalin dalam rangka mengharap ridha Allah Azza wa Jalla dan menjalankan ketaatan kepada-Nya. Itulah puncak kebahagiaan seorang hamba. Tidak ada kebahagiaan kecuali dengan mewujudkan hal tersebut, dan itulah kebaikan serta ketakwaan yang merupakan inti dari agama ini.[6]
Al-Mâwardi rahimahullah berkata: Allah Azza wa Jalla mengajak untuk tolong-menolong dalam kebaikan dengan beriringan dengan ketakwaan kepada-Nya. Sebab dalam ketakwaan, terkandung ridha Allah Azza wa Jalla. Sementara saat berbuat baik, orang-orang akan menyukai (meridhai). Barang siapa memadukan antara ridha Allah Azza wa Jalla dan ridha manusia, sungguh kebahagiaannya telah sempurna dan kenikmatan baginya sudah melimpah.[7]
Sebagai contoh sikap saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
انْصُر أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظلُو مًا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا نَنصُرًُهُ مَظْلُومًا فَكَيْفَ نَنْصُرُهُ ظَالِمًا قَالََ تَأْخُذُ فَوْقَ يَدَيْهِ
Bantulah saudaramu, baik dalam keadaan sedang berbuat zhalim atau sedang teraniaya. Ada yang bertanya: “Wahai Rasulullah, kami akan menolong orang yang teraniaya. Bagaimana menolong orang yang sedang berbuat zhalim?” Beliau menjawab: “Dengan menghalanginya melakukan kezhaliman. Itulah bentuk bantuanmu kepadanya.” [HR. al-Bukhâri]
Dalam hadits lain, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الدِّالُ عَلَى الْخَيْرِ كَفَا عِلِهِ
Orang yang menunjukkan (sesama) kepada kebaikan, ia bagaikan mengerjakannya. [HR. Muslim]
Orang berilmu membantu orang lain dengan ilmunya. Orang kaya membantu dengan kekayaannya. Dan hendaknya kaum Muslimin menjadi satu tangan dalam membantu orang yang membutuhkan. Jadi, seorang Mukmin setelah mengerjakan suatu amal shalih, berkewajiban membantu orang lain dengan ucapan atau tindakan yang memacu semangat orang lain untuk beramal.[8]
Hubungan kedua, antara seorang hamba dengan Rabbnya tertuang dalam perintah ‘Dan bertakwalah kamu kepada Allah’. Dalam hubungan ini, seorang hamba harus lebih mengutamakan ketaatan kepada Rabbnya dan menjauhi perbuatan untuk yang menentangnya.[9]
Kewajiban pertama (antara seorang hamba dengan sesama) akan tercapai dengan mencurahkan nasehat, perbuatan baik dan perhatian terhadap perkara ini. Dan kewajiban kedua (antara seorang hamba dengan Rabbnya), akan terwujud melalui menjalankan hak tersebut dengan ikhlas, cinta dan penuh pengabdian kepada-Nya.[10]
Hendaknya ini dipahami bahwa sebab kepincangan yang terjadi pada seorang hamba dalam menjalankan dua hak ini, hanya muncul ketika dia tidak memperhatikannya, baik secara pemahaman maupun pengamalan.[11]
PENUTUP
Dengan jelas, ayat di atas memuat kewajiban saling membantu di antara kaum Mukminin untuk menegakkan agama dan larangan bagi mereka untuk bekerjasama dalam menodainya. Bukan sebaliknya yaitu malahan melemahkan semangat beramal orang, mengejek orang yang berusaha konsisten dengan syariat maupun menjadi dalang tersebarnya perbuatan maksiat di tengah masyarakat. Wallahu a’lam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi, 05/Tahun XIII/1430/2009M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197]


Sumber: https://almanhaj.or.id/2800-perintah-untuk-saling-menolong-dalam-mewujudkan-kebaikan-dan-ketakwaan.html